MAROS -- Bentrokan antara polisi dan pimpinan aliran kebatinan sebuah perguruan di Maros menelan korban jiwa, Senin 9 Mei. Dua korban tewas dan enam lainnya dilarikan ke rumah sakit setelah insiden di siang bolong itu menggegerkan warga di jalan poros Bantimurung -- Lingkungan Bontojolong, Kelurahan Raya, Kecamatan Turikale.
Dua korban tewas masing-masing, petugas Dalmas Polres Maros, Aiptu
Aburrrahim (56) dan pimpinan aliran kebatinan yang sempat diduga
penganut aliran sesat, Dg Ahad (50).
Selain korban tewas, tiga polisi mengalami luka-luka, yakni Bripka
Aswan Hadi, Briptu Hamzah, dan Briptu Nurdin. Tiga korban luka lain
adalah warga yang juga teman Daeng Ahad.
Jenazah Daeng Ahad langsung disemayamkan di kamar instalasi jenazah
RS Bhayangkara seusai tragedi berdarah itu dengan menggunakan truk
Dalmas. Sedangkan, jenazah Aiptu Abdurrahim langsung dibawa ke rumah
duka di Maros.
Sebelum insiden maut ini terjadi, Dg Ahad bersama tiga pengawalnya
yang mengenakan seragam TNI mengunjungi kantor Pemkab Maros sekitar
pukul 10.00 Wita menanyakan proposal bantuan yang diajukan. Usai dari
Pemkab, mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke kantor DPRD Maros
untuk bertemu Ketua DPRD Maros, HA Ermawati Nadjamuddin.
Di lembaga wakil rakyat itu, mereka juga menanyakan proposal sumbangan beras. Malah, FAJAR sempat bertemu dan berbincang sebelum meninggalkan gedung dewan itu.
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya di Dusun Matajang, Desa Layya,
Kecamatan Cenrana, Ahad cs dicegat polisi karena tidak menggunakan
helm. Saat dicegat, Daeng Ahad yang membawa parang dan pisau tajam
lainnya, langsung menyerang polisi yang menahannya. Dia tak bisa menahan
emosinya hingga menusuk Aiptu Abdurrahim.
Polisi kemudian mengeluarkan dua kali tembakan ke udara dengan
harapan Dg Ahad cs ini bisa lebih tenang. Rupanya, dia tetap kalap dan
membabi buta menyerang aparat yang tak bersenjata. Ahad berteriak-teriak
seperti orang kerasukan di tengah jalan sambil menghunuskan senjata
tajam.
"Saya adalah orang termiskin di dunia. Saya punya nyawa banyak
seperti Allah. Kalian aparat saya juga aparat, mau polisi atau TNI saya.
Saya tidak takut sama kalian," teriak Ahad sambil mengacungkan parang
panjang ke aparat.
Aiptu Rahim yang berada di depannya dengan bambu di tangan tak
mampu berbuat banyak. Seketika dia lumpuh dengan tusukan badik di bagian
leher dan dada kirinya.
Polisi kemudian menutup akses jalan dari Bantimurung ke arah kota
Maros, sehingga antrean kendaraan tak bisa dihindari. Karena tak bisa
dikendalikan, polisi kemudian mengarahkan tembakan ke arah paha Ahad,
namun Ahad masih terus kalap dan mengayunkan senjatanya. Ahad baru bisa
terjatuh saat delapan peluru bersarang di tubuhnya, termasuk dua
pengawalnya.
Kapolresta Maros, AKBP Ferdinan Pasaribu menyesalkan kejadian ini.
“Ini masih kami selidiki. Tersangka lainnya sedang dirawat di rumah
sakit,” katanya singkat.
Humas Polda Sulselbar, AKBP Chevy Ahmad yang kebetulan berada di
Graha Pena, saat kejadian juga menerima laporan peristiwa itu. “Kami
sementara menerima laporannya dan belum tahu persis motifnya,” kata
Chevy.
Kapolda Sulselbar, Irjen Johny Waenal Usman langsung mendatangi TKP
setelah mendapat laporan itu. Bahkan, dia langsung ke RS Bhayangkara
membesuk korban. “Tindakan aparat sudah benar karena sesuai prosedur.
Aparat kami juga menjadi korban,” ujar Johny kepada wartawan, kemarin.
upati Maros, HM Hatta Rahman mengakui Ahad cs memiliki pemahaman
terbelakang, baik pendidikan maupun agama dan juga ekonomi. Sehingga
mereka sering melakukan aktivitas yang ditengarai seperti aliran sesat.
"Memang dulu sempat berkembang isu jika mereka adalah komplotan
aliran sesat, namun setelah peninjauan langsung, diketahui mereka bukan
aliran sesat. Namun orang dengan pemahaman terbelakang, baik pendidikan
maupun agama, juga ekonomi," kata Hatta saat mendatangi Polresta Maros,
kemarin.